Type Keyword(s) to Search
TODDLER

Peduli Anak Berkebutuhan Khusus

Peduli Anak Berkebutuhan Khusus
autis

Di mata masyarakat, kehidupan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) masih sering terkesampingkan. Padahal, di balik keterbatasan anak-anak unik ini, mereka memiliki talenta yang luar biasa, bahkan melebihi anak normal lainnya. Dalam kasus ini, dukungan sosial dari masyarakat tentu sangat diperlukan.

 

Menurut Ibu Adi D. Adinugroho-Horstman, Ph.D, Education Specialist Yayasan Indonesia Peduli Anak Berkebutuhan Khusus (YIPABK), faktanya hingga kini, anak ABK di Indonesia masih belum mendapat tempat yang setara dengan anak normal lainnya.

 

“Kepedulian terhadap produktivitas ABK di Indonesia yang seharusnya sama dengan anak-anak normal, masih sangat rendah. Padahal, kalau kita melihat lebih jauh, justru dengan memberikan kepedulian yang tinggi terhadap anak-anak ABK ini, seperti dengan memberikan layanan, pendidikan, dan pembekalan kemandirian yang baik, maka kelak kita tidak akan memiliki tambahan populasi non-produktif,” ungkap Ibu Adi. Ia pun menambahkan, ABK sebenarnya sama produktifnya dengan anak normal lainnya. Mereka bisa menjadi bagian dari masyarakat yang independen dan dapat memiliki kontribusi dalam lingkungan sosial. Namun, itu semua tentu membutuhkan dukungan, terutama dari para orangtua mereka.

 

Hal inilah yang menggerakkan YIPABK untuk meluncurkan kampanye What Will I Be? sebagai bagian dari gerakan untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat akan keberadaan ABK. Kampanye ini menekankan pentingnya pendidikan dan penanganan yang tepat bagi seluruh ABK di Indonesia.

 

“Kampanye ini menjadi langkah awal bagi kita untuk mendukung dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik bagi mereka. Meski memiliki kondisi khusus, mereka juga berhak memiliki masa depan yang baik,” ujar Very J. Manik, Wakil Ketua Pengurus YIPABK dan Koordinator Pelaksana Kampanye dalam peluncuran acara kampanye yang berlangsung Sabtu (20/07) lalu.

 

”Terdapat beberapa jenis pelatihan yang akan diberikan, yaitu pelatihan penanganan ABK untuk orangtua dan guru, pelatihan menjadi guru bantu atau shadow teacher, dan pelatihan terapi perilaku untuk penanganan anak autis. Kepada 100 ABK akan diberi bantuan berupa assesment kondisi anak, diagnosis, intervensi atau terapi, dan penyusunan program pembelajaran individu bagi ABK di sekolah,” tambahnya.

 

Beberapa anak ABK pun sudah banyak yang membuktikan prestasinya di masyarakat, seperti Michael Anthony, anak autis dan penyandang tuna netra sejak lahir yang mahir memainkan piano pop dan klasik, bahkan dalam nada-nada sulit yang dilakukan oleh orang dewasa normal sekalipun. Anak berusia 10 tahun ini pernah mendapatkan penghargaan dari MURI sebagai pianis tuna netra dan autis termuda. Selain itu, ada pula Thomas Andhika, seorang anak autis hiperaktif yang mahir dalam seni melipat kertas atau origami dalam hitungan menit saja. (Aulia/DMO/Dok. Freedigitalphotos)