Menurut Bruce Lipton, Ph.D, ahli biologi dan penulis, emosi ibu bisa menurun ke janin melalui aliran darah. Darah tidak hanya mengandung nutrisi, namun juga informasi tentang emosi dan perilaku ibu. Informasi ini sampai ke tubuh janin melalui plasenta bersamaan dengan nutrisi yang ada dalam darah. Jika ibu bahagia maka janin juga merasa bahagia. Sebaliknya jika sang ibu merasa takut atau stres, hormon stres sampai ke tubuh janin dan diserap oleh janin. Informasi yang diterima oleh bayi tersebutlah yang membentuk pola genetik anak sehingga janin bisa tumbuh dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Saat inilah, tanpa sadar orang tua sedang melanjutkan pola perilaku dan responnya terhadap masalah kepada anak mereka.
Dr. Ali Sungkar, SpOG, dari Brawijaya Women & Children Hospitalmengatakan hal yang serupa. Dr. Ali mengatakan bahwa perasaan ibu ketika hamil sangat mempengaruhi perkembangan anak. Setiap perubahan emosi ibu membuat perubahan hormonal yang akan diterima bayi lewat plasenta. Misalnya saja jika Si Ibu cengeng atau manja ketika hamil maka akan membuat perubahan hormonal yang akan berpengaruh ke janin.
Dr. Ali juga mengatakan bahwa pengaruh ini dapat terlihat dalam masa perkembangan Si Anak. Misalnya, jika si ibu mengalami stres atau depresi pada kehamilan, dalam perkembangannya anak bisa menjadi pemarah atau mengalami gangguan belajar. Hal yang sama juga terjadi pada ibu yang mengalami kekerasan ketika hamil.
Menurut Rustika Thamrin, psikolog keluarga, satu-satunya cara adalah dengan mulai mengubah diri Anda dari dalam, ”Kadang orangtua mengeluhkan karakter anaknya yang ternyata sifat itu mirip karakter mereka. Orangtua harus jujur, kalau karakter anaknya mau diubah, ubah karakter mereka terlebih dahulu,” jelas Rustika.
Mau tahu cara lain untuk memiliki anak berkarakter baik? Baca artikel Pregnancy "I hear you, Mom!" di Mother&Baby edisi Agustus 2013.