Muhammad Gibran Mahrez, 15 bulan, putra sulung Widia Nuranisa, tiba-tiba koma karena rest encephalitis. Hingga kini, Gibran masih belum terbangun dari koma.
Saya dan suami adalah karyawan swasta yang hampir setiap hari pulang malam karena macetnya Jakarta. Namun selelah apapun saya di perjalanan, sosok Gibran yang menggemaskan selalu menjadi pelipur lara kami.
Setiap sampai di rumah saya pasti menyempatkan diri untuk bermain dan melakukan quality time bersamanya. Hingga suatu malam, semua keceriaan itu mendadak hilang. Setibanya saya di rumah, 21 April 2016, Gibran sedang tertidur pulas. “Oh, sekarang sudah jam 20:45, memang sudah waktunya tidur,” begitu pikir saya.
Kemudian saya pun menghampiri karena hendak menyusuinya, namun ketika hendak saya gendong, tiba-tiba Gibran kejang tanpa disertai panas. Tentu saja saya panik! Selama ini buah hatiku yang masih berusia 10 bulan ini sangat sehat, tidak ada gejala sakit apapun di hari-hari sebelumnya.
Dengan perasaan yang tak karuan, saya dan suami bergegas membawa Gibran ke rumah sakit terdekat. Setelah diperiksa di IGD, kadar gula darah Gibran adalah 390 dan leukositnya 36.000, rapor buruk ini yang membuat dokter mendiagnosa Gibran terkena diabetes melitus tipe 1.
Selama hampir 3 hari kondisi bayiku terbilang sangat kritis, dan setiap saat kondisinya semakin menurun saja. Sejujurnya, tim medis di rumah sakit itu meminta kami untuk mencari rujukan rumah sakit lain, tentunya yang memiliki ruang PICU. Namun ternyata mencari rumah sakit dengan ruang PICU yang masih kosong bukan hal mudah, untunglah ada seorang teman kami yang berbaik hati menawarkan bantuan.
Dengan segala jerih payah kawan kami tersebut, Gibran akhirnya mendapatkan tempat di ruang PICU sebuah rumah sakit swasta khusus ibu dan anak, di Jakarta. Kami sangat bersyukur memiliki teman sebaik itu, yang rela membantu hingga ke urusan deposit sekalipun.
Sekitar jam 17.00 Gibran tiba di ruang PICU, kondisinya terlihat semakin kritis. Bahkan dokter spesialis anak di sana berkata hanya mukjizat Allah yang dapat menyelamatkan Gibran. Tidak heran dokter berkata demikian, karena hasil CT scan dan berbagai tes lainnya menunjukkan kalau Gibran mengalami meningitis atau radang selaput otak.
Mendengar diagnosa baru tersebut saya sudah tidak dapat berkata-kata lagi, hanya Allah yang dapat mengetahui perasaan saya saat itu. Bagaimana mungkin hal ini terjadi pada buah hati kami, yang selama ini begitu sehat, aktif, dan ceria. Perasaan saya semakin hancur setelah dokter mengatakan butuh waktu lama untuk menyembuhkan Gibran, selain kuasa Tuhan. Namun apapun yang faktanya, kami akan terus berusaha mencari pengobatan untukmu, Nak!
Tak Sadarkan Diri
Malam itu Gibran terus menangis, ia seperti hendak bilang kalau ia kesakitan. Namun kali ini ada yang berbeda dari tangisannya, tatapan matanya juga terlihat kosong, menurut saya Gibran kurang responsif malam itu. Yang saya takutkan terjadi, di jam 4 pagi Gibran mengalami gagal nafas hingga perlu dibantu dengan ventilator (alat bantu nafas). Rupanya tangisan malam itu mungkin akan sangat saya rindukan, karena sejak masuk ruang inkubasi dan dipasangkan ventilator, Gibran tidak sadarkan diri dan dinyatakan koma. Ya, bayiku yang berumur 10 bulan itu dinyatakan koma karena hampir dinyatakan mati batang otak (MBO). Tetapi saat akan dinyatakan MBO, ada mukjizat tiba-tiba mulai bergerak sendiri.
Berdasarkan pemeriksaan EEG (electroencephalography), hasilnya adalah frekuensi amplitudo Gibran hanya 2-3, padahal normalnya 7-10. Hasil MSCT (multi slice CT scan) mengatakan terjadi penurunan kepadatan batang otak, dengan kata lain, penyebab Gibran koma adalah rest encephalitis atau penurunan kepadatan batang otak. Menurut tes, batang otaknya sudah menghitam.
Tagihan Berjalan
Sebagai orangtua, kami tentu menginginkan pengobatan dan perawatan bagi Gibran. Namun di lain sisi, biaya itu semua sangat mencekik kami. Walau banyak sekali sahabat dan kerabat yang telah membantu kami secara finansial, namun tagihan perawatan Gibran terus berjalan. Sejauh ini kami sudah mengeluarkan ratusan juta hingga nyaris tidak ada uang yang tersisa untuk diri kami sendiri.
Kami bahkan pernah merasakan tidak punya uang lebih untuk sesuap nasi, dan suami saya tercinta memilih puasa, salah satu alasannya demi menghemat pengeluaran. Sungguh miris, namun kami tetap bersyukur. Hal itu pula yang mengeratkan cinta keluarga kami. Keterbatasan biaya ini yang membuat kami tergerak untuk menggalang dana di Kitabisa.com, dan alhamdulillah ada banyak orang baik yang dengan ikhlas menyumbangkan sebagian rezekinya untuk Gibran.
Sungguh Allah Maha Kuasa, di tengah cobaan yang tengah kami hadapi, Allah masih mempercayakan kami untuk menerima titipan lagi. Ya, kami mendapat anugerah kehamilan anak kedua yang baru kami ketahui saat kandungan sudah berusia 4 bulan. Kabar bahagianya, janin ini tumbuh sehat walau selama ini saya kurang istirahat, tertekan, dan tidak makan dengan benar.
Kewajiban saya kini untuk menjaga 2 buah hati saya tersayang, dan saya yakin semua akan indah pada waktunya. Kini Gibran bagai tertidur pulas, entah kapan ia akan membuka matanya dan bermain lagi bersama kami dan orang-orang terkasih. Kini sesekali tubuh Gibran mulai bergerak, dan kami yakin perkembangan ini akan semakin baik lagi kelak. Ah, kami sungguh merindukan tawa riang Gibran. Lekas bangun, anakku sayang! (Tiffany/Dok. Widia Nuranisa)
Untuk mengetahui perkembangan Gibran, silahkan kunjungi Instagram @widdyasungkono ya, Moms.
- Tag:
- gibran
- bayi
- koma
- encephalitis