Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

Berjerawat Saat Hamil

Berjerawat Saat Hamil

Masalah kulit, seperti jerawat, memang bisa datang menyerang kapan saja. Tak terkecuali bagi sebagian calon Moms. Buat Anda yang sebelum hamil mungkin memiliki kulit wajah mulus, tapi pada saat hamil bisa saja tiba-tiba dihampiri jerawat. Bukan hanya satu atau dua, tapi malahan mungkin banyak!

 

Menurut Dr. Grace NS Wardhana, SpKK, dari Brawijaya Women and Children Hospital, masalah kelainan kulit pada masa kehamilan terbagi menjadi 3 golongan: pertama, golongan perubahan yang disebabkan oleh faktor hormonal; kedua, golongan masalah kulit yang sebelum kehamilan memang sudah ada; ketiga, golongan masalah kulit yang baru terjadi pada saat kehamilan.

 

Perubahan karena faktor hormonal, temasuk di dalamnya adalah masalah jerawat, perubahan warna kulit karena pigmentasi, juga perubahan pada jaringan di sekitar kulit seperti kuku dan rambut. Sedangkan masalah kulit yang sejak sebelum kehamilan memang sudah ada, misalnya penyakit jamur kulit atau eksim. Kehamilan juga memberikan pengalaman baru pada wanita yang sebelumnya tidak pernah mengalami masalah pada kulit, seperti masalah ‘topeng kehamilan’ dan gatal-gatal yang nanti akan hilang sendiri beberapa waktu setelah melahirkan.

 

Jerawat pada wanita hamil biasanya muncul di trimester pertama. Produksi hormon estrogen yang lebih banyak di masa kehamilan memang bisa memicu munculnya jerawat di wajah. Sayangnya, di saat seperti ini Anda tidak bisa dengan bebas menggunakan sembarang obat jerawat. Bukan berarti tidak bisa diobati, namun Anda harus memperhatikan kandungan obat jerawat yang ingin Anda gunakan. Obat yang harus dihindari adalah yang mengandung asam salisilat di atas 2%, termasuk kandungan BHA.

 

Banyak dokter yang melarang wanita menggunakan krim wajah yang mengandung Retin A di masa kehamilan. Menurut Dr. Grace, sebetulnya belum ada penelitian yang membuktikan bahwa kandungan Retin A memang berbahaya bagi janin. Namun, karena pemakaian Retin A dalam jangka panjang bisa memberikan efek sistemik pada kulit (contohnya alergi), maka meski risikonya kecil, sebaiknya tetap dihindari. (M&B/SW/Dok. Freepik)