FAMILY & LIFESTYLE

Mewaspadai Serangan Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD)



Beberapa hari terakhir, kita kerap mendengar berita mengenai wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) seiring musim hujan yang telah tiba. Ya, beberapa daerah di Indonesia kini menjadi endemi penyakit tersebut, seperti di Pekanbaru, Gunung Kidul, Tulungagung, hingga Nusa Tenggara Timur. Bahkan wabah penyakit ini juga mengakibatkan belasan orang meninggal dunia di sejumlah daerah tersebut.


Gejala dan Tanda DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) memang tergolong penyakit musiman. Namun, penyakit ini juga menjadi ancaman kesehatan dengan pertumbuhannya sangat cepat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Walaupun ancaman penyakit ini serius, sebagian besar masyarakat dan orang tua tidak mengetahui gejala DBD serta penanganan awal yang tepat, terutama pada anak.

Kenapa anak? Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan kalau DBD lebih sering terjadi dan bisa lebih berbahaya jika dialami oleh anak karena respons imun anak terhadap infeksi virus dengue belum sempurna, sehingga anak lebih mudah terserang dengan hasil akhir infeksi adalah kerusakan dinding pembuluh darah dan perembesan plasma darah.

Untuk itu, Moms dan keluarga harus ekstra waspada dalam mencegah dan mengenali gejalanya. Jangan sampai penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti menyerang keluarga Anda. Apalagi DBD yang marak kini memiliki gejala baru. Moms mungkin saja tidak akan menjumpai bintik atau bercak merah pada kulit anak jika Si Kecil terserang penyakit tersebut.

Ya Moms, gejala DBD yang akhir-akhir ini terjadi tidak memiliki kekhasan seperti gejala DBD dulu yang ditandai oleh timbulnya bintik atau bercak merah pada kulit, serta Si Kecil mengalami mimisan atau terjadi perdarahan di kulit. Salah satu yang masih menandakan anak terserang DBD adalah jika ia mengalami demam tinggi mencapai 40 derajat Celsius. Berikut ini tanda-tanda lainnya yang mesti Anda waspadai, Moms!

• Demam lebih dari 3 hari dan tidak turun setelah diberikan obat penurun panas.

• Demam disertai penurunan trombosit, leukosit, dan peningkatan hematokrit.

• Ada penderita DBD di sekitar tempat tinggal atau sekolah.

• Anak cenderung tidur terus dan sulit dibangunkan, meracau, dan ujung-ujung jari teraba dingin.

• Demam disertai tanda bahaya DBD; sering muntah, sakit perut hebat, jarang buang air kecil atau tidak buang air kecil dalam 4-6 jam.

Untuk memastikan apakah seseorang terjangkit DBD, sebaiknya dilakukan tes darah.


Mencegah dan Menangani DBD

Untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran DBD di lingkungan Anda, cara yang paling efektif adalah dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), yakni dengan melakukan 3M:

• Menguras atau membersihkan berbagai wadah atau tempat penampungan air, seperti ember, bak mandi, dan sebagainya.

• Menutup berbagai wadah atau tempat penampungan air tersebut sehingga nyamuk dewasa tidak bertelur di situ.

• Mengubur benda-benda yang bisa menjadi wadah atau tempat penampungan air, seperti kaleng, botol, atau wadah lainnya yang sudah tidak terpakai

Gerakan PSN ini dinilai lebih efektif untuk mencegah penyebaran DBD di lingkungan sekitar dibandingkan dengan fogging atau pengasapan, karena PSN bisa memberantas siklus kehidupan nyamuk, sedangkan fogging hanya memberantas nyamuk dewasa.

Sedangkan untuk menangani penderita DBD, IDAI menyatakan bahwa penderita harus dipantau dan diobservasi secara terus-menerus, terutama pada fase kritis (hari bebas demam). Umumnya pasien DBD harus dirawat di rumah sakit guna menjamin observasi dan menjaga volume cairan pembuluh darah tetap memadai.

IDAI tidak melarang pemberian cairan lain berupa jus jambu, angkak, atau kurma. Tetapi pemberian cairan ini belum terbukti secara ilmiah dan bisa dijadikan sebagai pedoman. Moms bisa memberikan cairan tersebut jika anak terkena DBD, namun antisipasi kemungkinan Si Kecil mengalami muntah saat meminum cairan tersebut karena cita rasanya yang tajam sehingga malah semakin memperburuk kondisi Si Kecil. (M&B/SW/Dok. Freepik)