BABY

Ini Alasan Bayi Baru Lahir Harus Menangis



Menangis, menangis, dan menangis. That's what baby does best! Ya, bayi memang identik dengan tangisan. Namun dengan menangis, bukan berarti Si Kecil cengeng lho, Moms. Bahkan bayi diharapkan untuk langsung menangis sesaat setelah dilahirkan.

Bayi normal pada umumnya akan menangis dalam 30 detik hingga 1 menit pertama kelahirannya. Hal ini dikarenakan Si Kecil harus beradaptasi dengan dunia luar dan menghirup udara pertama kalinya. Proses inilah yang memicu respons bayi dengan mengeluarkan suara tangisan.

Manfaat bayi menangis saat baru lahir

Perlu diketahui, bayi mendapatkan oksigen melalui plasenta ketika masih berada di dalam rahim. Hal ini dikarenakan paru-paru dan organ lainnya masih mengalami perkembangan untuk menjadi sempurna hingga bayi lahir. Selain itu, paru-paru bayi berisi cairan amnion (cairan ketuban) yang melindunginya selama berada di dalam kandungan.

Menjelang kelahiran, cairan ketuban akan menyusut dan mengering secara perlahan. Ini artinya, cairan ketuban dalam paru-paru bayi otomatis ikut berkurang sebagai bentuk persiapan buat bayi untuk bernapas dengan udara luar.

Terkadang, cairan ketuban masih tersisa di paru-paru bayi saat lahir sehingga berisiko menyumbat sistem pernapasannya. Di sinilah letak fungsi bayi menangis saat dilahirkan. Tangisannya itu bisa membantu membersihkan lendir yang tersisa di paru-paru untuk memudahkan jalannya oksigen.

Dalam kasus bayi yang dilahirkan melalui operasi caesar, sangat diperlukan baginya untuk menangis agar cairan ketuban dalam paru-parunya keluar. Jika tidak menangis, maka dokter harus mengambil tindakan agar bayi menangis, seperti dengan memukul bagian bokongnya dengan lembut.

Jika bayi tidak menangis

Moms perlu waspada jika bayi tak kunjung menangis setelah dilahirkan. Ada beberapa penyebab bayi tidak menangis saat dilahirkan, antara lain:

1. Asfiksia

Penyebab bayi tidak menangis saat lahir yang paling umum adalah karena terdapat sumbatan pada saluran napasnya. Sumbatan tersebut bisa berupa lendir, cairan ketuban, darah, tinja bayi, maupun lidah yang terdorong ke belakang tenggorokan. Inilah yang menyebabkan bayi jadi sulit bernapas sehingga tidak bisa memberikan respons dengan menangis. Dalam dunia medis, kondisi ini disebut dengan asfiksia, yaitu saat bayi kekurangan oksigen selama persalinan.

Asfiksia pada bayi perlu ditangani sesegera mungkin. Apabila oksigen tidak mencapai otak bayi, maka akan meningkatkan risiko kecacatan seperti lumpuh otak (cerebral palsy), autisme, ADHD, kejang, hingga kematian.

Biasanya, tim medis akan membersihkan seluruh tubuh bayi, mulai dari wajah, kepala, dan bagian tubuh lainnya. Selain itu, tim medis akan menepuk-nepuk atau menggosok perut, punggung, dan dada bayi, atau menekan telapak kaki bayi untuk merangsang pernapasan bayi. Apabila bayi tetap tidak menangis, dokter akan mengisap cairan dari mulut dan hidung bayi menggunakan pipa isap kecil untuk membersihkan sumbatan serta memastikan kedua lubang hidungnya terbuka dengan penuh.

2. Bayi lahir prematur

Pada bayi yang lahir prematur, organ paru-parunya belum berkembang secara sempurna. Hal ini disebabkan surfaktan (zat pelindung paru-paru) tidak berkembang secara sempurna. Akibatnya, bayi prematur cenderung mengalami gangguan pernapasan saat lahir.

3. Air ketuban berwarna hijau

Normalnya, air ketuban berwarna bening. Janin dalam kandungan terkadang meminum air ketuban tanpa disadari. Hal ini sebenarnya tidak berbahaya jika air ketuban tersebut dalam kondisi normal.

Namun, lain halnya jika air ketuban mengalami perubahan warna menjadi hijau. Air ketuban bisa berubah warna menjadi hijau karena adanya campuran zat-zat lain di dalamnya, salah satunya bercampur dengan mekonium atau feses pertama bayi di dalam kandungan.

Usus bayi dalam kandungan dapat secara refleks melepaskan mekonium ke dalam cairan ketuban. Apabila air ketuban hijau tersebut terminum oleh bayi, maka akan menginfeksi paru-parunya dan memicu peradangan. Akibatnya, bayi mengalami kesulitan bernapas dan lantas sulit menangis saat lahir. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)