Kelembutan dan kasih sayang yang dimiliki seorang wanita, terutama sosok ibu, memang sanggup mengubah apa pun, termasuk hidup seseorang. Hal ini pula yang dilakukan oleh Irina Amongpradja. Demi kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak pemulung, ia rela melepaskan pekerjaannya sebagai dokter.
Kisah tersebut berawal dari seorang teman yang mengajak Irina mengunjungi para transmigran di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Dengan jumlah yang begitu banyak, fasilitas yang disediakan tampak tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka. Kondisi anak-anak lebih memprihatinkan lagi, jangankan sekolah, untuk bermain saja mereka kebingungan.
Sebagai wanita, ia tidak bisa tinggal diam. Irina mencoba menghibur anak-anak tersebut dengan membacakan cerita dan perlahan mengajak mereka belajar sambil bermain. Jumlah anak yang ikut belajar semakin lama semakin banyak, karena pemulung-pemulung cilik yang tinggal di sekitar sana juga tertarik untuk bergabung. Ia merasa bertanggungjawab pada anak-anak pemulung yang memiliki semangat luar biasa untuk belajar ini.
Niat Irina untuk mengangkat derajat para anak pemulung tersebut juga penuh perjuangan. “Awalnya, saya mengajak para pemulung cilik belajar di jalan sekitar Kemenakertrans. Namun karena kurang nyaman, saya mencoba meminjam dan menyewa tempat yang sayangnya sering kali digusur. Saya juga pernah dipinjamkan tempat oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Tetapi, saat tempat itu dipakai kembali, kami terpaksa pindah lagi. Harus berpindah tempat beberapa kali, sempat membuat saya kehilangan semangat dan ingin berhenti. Saya merasa ini mungkin bukan jalan saya,”.
Di tengah kebingungan ke mana harus memindahkan anak-anak malang tersebut, ia mendapat informasi tempat dengan sewa sangat murah di area pembuangan sampah Bintara. Pertama kali mengecek tempat itu, kondisinya sangat mengerikan, karena benar-benar merupakan tempat pembuangan sampah yang menggunung. Ia membersihkannya dan membangunnya sedikit demi sedikit di tahun 2007, hingga jadilah Sekolah Kami yang saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik.
Di Sekolah Kami, Irina dan tim guru berusaha menciptakan kurikulum yang sesuai dengan kondisi anak-anak pemulung ini. Mengingat, konsentrasi mereka mudah sekali buyar, sehingga harus diberikan sistem belajar yang lebih sederhana dan tidak konvesional, dengan acuan yang tetap sama dengan sekolah biasa.
Selain memberikan pendidikan, Irina juga terus berusaha menyadarkan anak-anak bahwa begitu banyak kesempatan yang bisa mereka raih, jika mau mengubah hidup menjadi lebih baik. “Saya ingin mereka tahu bahwa cita-cita itu bisa diwujudkan, bukan hanya sekedar dimimpikan,”.
Irina sadar, tidak sedikit rintangan yang saya hadapi bersama mereka, apalagi hidup mereka sangat keras dan diliputi berbagai ancaman, seperti kekerasan seksual. Makanya ketika mereka meminta bantuan, saya selalu mengatakan, “Jika kamu mau saya bantu, maka kamu harus membantu saya untuk membantumu.”
Ia sadar betul, apapun yang ia lakukan tidak akan ada gunanya, jika mereka sendiri tidak mau mengubah hidup mereka. Karenanya, Irina selalu mengajak mereka untuk berjuang bersama-sama. Ia yakin, kalau kita mau melakukan sesuatu yang baik, Tuhan pasti akan membukakan jalan. “Jika tidak bisa memberikan uang, kita masih bisa menyumbang tenaga, bahkan kita juga bisa sekedar berbagi pengetahuan kepada orang-orang kurang beruntung di sekitar,” ungkapnya.
Menurutnya, apa yang terjadi pada para pemulung cilik yang dididiknya tidak lepas dari ketidaktahuan orangtua mereka mengenai bagaimana seharusnya membesarkan anak-anaknya. Oleh karena itu, para orangtua yang memiliki kesempatan hidup lebih baik, bagilah pengetahuan Anda dan berikan sedikit perhatian Anda kepada mereka yang kurang beruntung, serta bantu anak-anak tersebut untuk menjadi pintar dan sehat, sama seperti anak-anak yang Anda sayangi. (DC/Aulia/OCH/dok.M&B)
Lihat perempuan hebat lainnya di sini.