Kita mengenal banyak macam alergi, dari makanan, debu, obat, hewan, dan masih banyak lainnya. Namun, ada satu jenis alergi yang jarang dikenal umum, yaitu alergi sperma. Ya, Anda tidak salah membaca, Moms. Dikutip dari Huffington Post, ada sekitar 12 persen wanita di dunia yang memiliki alergi ini.
Melansir laman Hello Sehat, alergi sperma atau dalam istilah medis disebut seminal plasma hypersensitivity, adalah reaksi alergi langka terhadap protein yang terkandung dalam air mani pria, yaitu glycoprotein yang diproduksi oleh prostat, dan bukan terhadap sel sperma aktif itu sendiri.
Sperma merupakan faktor penting dalam proses kehamilan. Namun, jika seorang wanita mengalami alergi ini, tentu saja hal tersebut bisa mengganggu hubungan seks dan reproduksi.
Alergi sperma terbilang jarang terjadi atau terdeteksi. Umumnya, kondisi ini dianggap sebagai kondisi kesehatan yang berbeda seperti infeksi jamur, penyakit menular seksual, atau alergi lain.
Baca juga: Dads Wajib Tahu, Ini 10 Cara Meningkatkan Kualitas Sperma
Gejala alergi sperma
Gejala alergi sperma biasanya muncul 10-30 menit setelah penderitanya melakukan kontak langsung dengan sperma. Wanita yang mengalami alergi sperma umumnya akan merasakan gatal, nyeri, sensasi terbakar, kulit kemerahan, dan bengkak pada alat kelaminnya. Gejala ini bisa berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.
Pada beberapa wanita, gejala ini hanya muncul di satu area dan tidak menyebar. Namun, untuk sebagian wanita lainnya, gejala bisa memengaruhi seluruh tubuh, bahkan bisa menimbulkan reaksi yang parah atau anafilaksis. Gejala yang bisa terjadi di antaranya adalah sulit bernapas, mual dan muntah, nadi melemah, dan penurunan kesadaran hingga pingsan.
Apakah wanita yang alergi sperma bisa hamil?
Selain timbulnya reaksi alergi dan ketidaknyamanan fisik, wanita yang menderita alergi sperma juga bisa mengalami stres emosional dan merasa frustrasi karena tidak bisa melakukan hubungan seks normal akibat kondisi alergi yang mereka alami. Hubungan seks baru aman dilakukan apabila pasangan menggunakan pengaman atau kondom. Ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seks normal tanpa pengaman ini tentu saja akan menghambat proses reproduksi sehingga kehamilan pun tidak bisa diwujudkan.
Di samping itu, gejala-gejala yang ditimbulkan dari alergi sperma akan membuat hubungan seks menjadi sebuah mimpi buruk. Apalagi jika reaksi alergi parah atau anafilaksis terjadi, niat untuk melakukan reproduksi normal malah akan menjadi malapetaka. Kehamilan pun tidak mungkin terjadi bila tidak ada proses reproduksi.
Meskipun begitu, alergi sperma tidak memiliki dampak buruk terhadap kesuburan penderitanya sehingga kehamilan tetap bisa diwujudkan melalui cara lain selain berhubungan seks normal. Penderita alergi sperma tetap bisa hamil dengan melakukan tindakan inseminasi buatan alias fertilisasi in-vitro atau program bayi tabung. Prosedur ini memang akan membutuhkan biaya besar, tapi setidaknya penderita alergi sperma tidak kehilangan harapan untuk bisa hamil.
Pengobatan untuk alergi sperma
Melansir laman Hello Sehat, ada 3 cara yang digunakan untuk mengatasi alergi sperma, yaitu:
1. Terapi steroid
Caranya dengan menekan antibodi dengan obat-obatan. Terapi ini bisa dilakukan dengan terapi oral, yakni mengonsumsi tablet atau suntikan.
2. Pencucian sperma
Pencucian sperma biasanya dilakukan untuk terapi inseminasi. Terapi ini dilakukan bila kualitas sperma kurang baik. Caranya sperma suami akan ditampung, dan dilakukan pencucian di laboratorium. Setelah itu, sperma yang baik dimasukkan ke dalam rahim, sehingga sperma tersebut akan mencari sendiri sel telurnya.
3. Teknologi reproduksi
Cara yang dilakukan adalah dengan menyuntikkan sperma langsung pada sel telur. Sel telur istri diambil dengan laparoskopi, kemudian sel sperma suami yang bergerak/hidup, langsung dimasukkan ke dalam sel telur di laboratorium. Setelah itu sel telur yang telah dibuahi sperma disuntikkan ke dalam rahim.
Untuk Anda yang mengalami alergi sperma, segeralah mengunjungi dokter guna mendapatkan pengobatan dan perawatan yang tepat. (M&B/SW/Foto: Freepik)