Beda orang tua, tentu beda pula pola asuh yang diterapkan. Ada keluarga yang lebih nyaman menerapkan pola asuh permisif, ada juga yang merasa lebih tepat menerapkan pola asuh otoriter. Perbedaan pola asuh antar keluarga tentu sah-sah saja. Namun, bagaimana jika Anda dan pasangan menerapkan pola asuh yang berbeda?
Ada pasangan yang mengeluhkan pasangannya terlalu galak ke anak, ada juga yang mengeluhkan pasangannya terlalu serba boleh ke anak. Hal ini mungkin terasa sepele, tapi jika dibiarkan, bisa memicu keretakan rumah tangga lho, Moms. Nah, apakah Anda dan pasangan mengalami perbedaan pola asuh anak? Mengutip Verywell Family, siasati perbedaan pola asuh dengan 5 cara ini, Moms.
Baca juga: 5 Dampak Pola Asuh Otoriter bagi Perkembangan Anak
1. Bicarakan dengan baik
Pola asuh dan strategi mengasuh anak memang idealnya dibicarakan jauh sebelum Anda memutuskan untuk memiliki anak. Namun, jika masalah perbedaan pola asuh baru mencuat saat Si Kecil hadir, tak ada kata terlambat untuk membicarakan pola asuh, kok.
Cobalah untuk saling berbagi filosofi masing-masing mengenai stategi parenting yang Anda anggap tepat. Bicarakan mengenai bagaimana orang tua Anda mengasuh Anda dan apa dampak positif juga negatifnya pada Anda. Ingat, menentukan pola asuh bukan soal menang-kalah melawan suami, tapi mencari strategi bersama suami untuk kebaikan anak.
Hasil pembicaraan ini tentu tak selalu mulus, Anda dan suami tentu ada perbedaan pendapat. Namun, ingat, selalu ada ruang untuk kompromi. Jangan ragu untuk menerapkan strategi suami, jika itu memang lebih baik.
2. Ciptakan aturan bersama
Anda dan suami harus selalu kompak dalam hal mengurus anak, entah itu dengan menerapkan pola asuh Anda atau pasangan. Agar selalu kompak, orang tua perlu menciptakan aturan bersama, bahkan jangan ragu untuk menuliskan peraturan tersebut dan menempelnya di lemari es, Moms.
Biarkan anak membaca aturan tersebut, dan jika ia memiliki pertanyaan, luangkan waktu untuk diskusi antara orang tua dan anak. Biasakan untuk terbuka pada ide dan saran yang anak berikan dan jangan ragu untuk mengubah peraturan jika memang ide Si Kecil dirasa tepat. Peraturan yang disetujui semua orang tentu akan lebih mudah untuk dijalankan, bukan?
3. Saling jaga
Setuju pada pola asuh pasangan mungkin tidak sesulit menjaga konsistensi untuk terus menerapkannya. Akibatnya akan sangat buruk jika salah satu orang tua konsisten menjaga peraturan yang telah dibuat, tapi yang satunya justru mulai "lengah" dan mengizinkan anak melanggarnya.
Memang sangat menggoda untuk sesekali melonggarkan peraturan dan membiarkan anak melanggarnya. Namun, ini sama saja dengan mengirimkan pesan ke anak kalau orang tuanya adalah contoh orang dewasa yang tidak konsisten dan mudah terpecah. Contoh yang buruk? Tentu saja!
4. Jadilah orang tua yang fleksibel
Maksudnya bukan fleksibel untuk mengizinkan anak melanggar aturan, tapi lebih ke fleksibel mengubah peraturan jika memang sudah tidak tepat lagi diterapkan. Anda dan pasangan harus menjadi orang tua yang fleksibel, karena peraturan memang perlu diubah seiring dengan tumbuh kembang anak. "Dilarang naik sepeda tanpa ditemani Mama atau Papa" tidak mungkin diterapkan seumur hidup kepada anak kan, Moms?
5. Berikan kesempatan kedua
Setiap orang tua pasti pernah melakukan kesalahan. Anda dan suami mungkin pernah membuat keputusan buruk atau hilang kendali dalam mengasuh Si Kecil. Ketika pasangan "keluar jalur" dari pola asuh yang sudah ditetapkan, tidak perlu berlarut-larut menghadapi situasi ini, Moms.
Bicarakan dengan tenang, ulas kembali peraturan yang dilanggar (apakah perlu diubah?) dan berikan kesempatan kedua. Move on! Perbedaan adalah hal yang selalu ada, tidak perlu dibesar-besarkan. Yang penting, Anda dan suami tahu kalau hanya pola asuh terbaiklah yang akan diterapkan untuk mengoptimalkan tumbuh kembang Si Kecil. (M&B/Tiffany Warrantyasri/SW/Foto: Freepik)