Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Mengenal Diet GAPS, Bisakah Diterapkan pada Anak Usia MPASI?

Mengenal Diet GAPS, Bisakah Diterapkan pada Anak Usia MPASI?

Moms, pernah dengar istilah diet GAPS (Gut And Psychology Syndrome)? Ini merupakan metode pola makan yang dikembangkan oleh Dr. Natasha Campbell-McBride, seorang ahli bedah saraf dan pakar nutrisi di Jersey Shore University Medical Center, New Jersey, AS. Diet ini dilakukan untuk memperbaiki kesehatan usus yang memang bisa memengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang.

Dari teorinya, apabila ada asupan nutrisi yang buruk serta terjadi kerusakan pada usus, maka bakteri dan racun yang terlepas ke dalam darah dapat mengalir ke otak hingga mengganggu fungsi kerja otak. Kondisi inilah yang menyebabkan anak bisa mengalami gangguan psikologis, neurologis, hingga perilaku. Lalu, apakah diet GAPS bisa diterapkan pada balita di usia MPASI secara umum?

Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Sebenarnya, diet GAPS merupakan salah satu terapi untuk anak berkebutuhan khusus, seperti autisme, ADHD, atau disleksia. Perlu diketahui bahwa diet di sini bukan untuk menurunkan berat badan anak, namun perubahan pola makan agar tubuh menjadi lebih sehat.

Diet yang tergolong ketat ini mengharuskan anak tersebut untuk berhenti mengonsumsi makanan seperti biji-bijian, susu pasteurisasi, karbohidrat olahan, serta sayuran bertepung (kentang, jagung). Sedangkan yang boleh dikonsumsi dari penerapan pola makan ini adalah makanan rendah karbohirat, tinggi lemak, dan cukup protein.

Metode diet GAPS ini diyakini mampu mengobati kondisi anak yang berkebutuhan khusus, seperti disebutkan di atas. Dokter Natasha meyakini bahwa berbagai kondisi anak tersebut memiliki gangguan pada usus yang menyebabkan ekosistem mikroflora di dalamnya tidak normal. Hal ini bisa diatasi dengan menerapkan diet GAPS dan memperhatikan poin-poin sebagai berikut:

• Pilih bahan baku alamiah, hindari bahan sintetis (buatan disertai bahan kimia). Tak hanya dari bahan makanan, tapi juga perawatan Si Kecil, seperti sampo hingga losion.

• Makanan seperti gandum, nasi, serta susu merupakan jenis makanan yang sulit dicerna sehingga dapat menimbulkan luka pada usus yang bisa memicu penyakit.

• Meminimalisir pemberian gula tambahan serta tepung, karena adanya mikrobiota jahat yang bisa memicu sel kanker.

• Memberikan beberapa suplemen, yaitu suplemen probiotik, asam lemak esensial, enzim pencernaan, dan minyak hati ikan kod untuk mendukung kebutuhan nutrisi Si Kecil.

• Sejak menikah, orang tua harus sudah menjalani gaya hidup sehat. Karena menurut dr. Natasha, kumpulan toksin dalam tubuh, terutama pada ibu hamil, akan terbuang ke janin.

Selain itu, akan ada tiga fase yang harus dilalui anak selama penerapan diet GAPS, yaitu:

1. Fase Pengenalan

Disebut juga sebagai fase penyembuhan usus yang cukup intens. Fase ini terjadi selama tiga minggu hingga satu tahun, karena tergantung dari kondisi anak. Pada fase pengenalan, Moms dianjurkan memberikan kaldu tulang, kuning telur mentah organik, serta lebih banyak buah dan sayur mentah pada Si Kecil.

2. Fase Lengkap

Ini merupakan fase pemeliharaan pola makan yang terjadi sekitar 1,5 hingga 2 tahun. Anak sudah bisa mengonsumsi lemak hewani (daging, ikan), telur, sayuran, dan makanan probiotik lainnya.

3. Fase pengenalan kembali

Di tahap ini, anak justru dikenalkan kembali dengan makanan yang tidak termasuk dalam diet GAPS. Meski begitu, Moms tetap perlu menghindari pemberian makanan dari karbohidrat olahan serta makanan bergluten.

Masih Menjadi Kontroversi


Meski diet GAPS semakin populer dan mulai diterapkan pada anak, sebenarnya para ahli menganggap pola makan ini perlu diteliti lebih jauh. Sebab, anak justru bisa berisiko mengalami malnutrisi hingga keracunan makanan.

Oleh karena itu, Moms tetap perlu berkonsultasi mengenai pola makan anak yang masih makan MPASI, termasuk Si Kecil yang berkebutuhan khusus. Dengan begitu, tumbuh kembangnya bisa terjaga dengan baik dengan pilihan metode yang tepat. (Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)