FAMILY & LIFESTYLE

Anak Bisa Terkena Rapuh Tulang (1)



Pernahkah Anda membayangkan bila seorang anak begitu sering mengalami patah tulang hanya karena sedikit benturan? Atau ia sering kali terjatuh hingga mengalami patah tulang, karena tulangnya rapuh?

Ya, kelainan tulang atau osteogenesis imperfecta (OI) ini merupakan penyakit genetika yang menyebabkan tulang mudah patah tanpa penyebab yang jelas. Kelainan ini juga penyebab otot-otot melemah, bentuk gigi rusak, tulang belakang membungkuk, serta hilangnya pendengaran. Para pengidap OI memiliki tulang yang rapuh, sehingga dapat patah hanya karena melakukan aktivitas biasa. Dalam hidupnya, mereka bahkan bisa mengalami belasan hingga puluhan kali kasus patah tulang.

Menurut data Divisi Endokrinologi, Departemen Anak, FKUI-RSCM dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, hanya ditemukan 55 pengidap OI di Indonesia. Padahal, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa, pengidap OI sekurang-kurangnya bisa mencapai 12.500 jiwa.

Umumnya, OI terjadi karena faktor genetika. Orangtua dengan kelainan ini berisiko 50 persen menurunkan penyakit tersebut kepada anaknya. Selain itu, OI juga dapat terjadi akibat mutasi gen. Adanya kelainan genetika pada kolagen tipe 1 atau pada jalur yang memengaruhi produksi kolagen juga menjadi pemicunya. Kolagen merupakan struktur utama pembentuk jaringan ikat, termasuk tulang. Gangguan pada kolagen inilah yang mengakibatkan kemampuan tubuh untuk menghasilkan tulang yang kuat terganggu, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.

Gejala OI sangat bervariasi pada masing-masing individu. Umumnya, gejala OI bisa dilihat melalui ciri-ciri fisiknya, seperti bentuk tulang yang tidak normal, tubuh yang berperawakan pendek, sendi yang longgar, kelemahan otot, wajah khas berbentuk segitiga, tulang iga condong ke depan, tubuh membungkuk, ukuran gigi yang lebih kecil, hingga gangguan pendengaran dan pernapasan.

Menurut dr. Aman Pulungan Sp.A(K), Kepala Divisi Endokrinologi Anak FKUI-RSCM, OI tidak hanya merupakan masalah kesehatan yang global. “Penyakit tulang tidak hanya untuk orangtua. Nyatanya, OI ini bahkan terjadi pada anak, bahkan bayi. Kita sering kali belum siap dan tidak terlalu peduli tentang ini. Perlu adanya deteksi dan terapi sedini mungkin agar tumbuh- kembang anak bisa optimal kelak. Kita tidak bisa mencegah, tetapi bisa melakukan deteksi dini,” jelasnya. (Aulia/DMO/Dok. Freedigitalphotos)