KID

Dukung perbaikan gizi anak Indonesia, Wahana Visi Indonesia Luncurkan Kampanye ENOUGH



Stunting dan kurang gizi menjadi dua istilah masalah kesehatan anak yang sering disebut di Indonesia. Oleh karena itu, masalah ini menjadi terkesan lumrah meski mendesak.

Kenyataannya, pada pertengahan tahun 2023, prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6%. Melihat kondisi ini, Wahana Visi Indonesia (WVI), organisasi nirlaba yang fokus pada kesejahteraan anak, meluncurkan kampanye ENOUGH untuk mendukung perbaikan gizi anak Indonesia.

Dalam rangka peluncuran kampanye ini, Mother & Beyond sempat diajak untuk melihat kondisi di salah satu wilayah pelayanan WVI, yakni Ende, Nusa Tenggara Timur. Berikut ini liputan eksklusif M&B bersama WVI di Ende. Simak ceritanya, Moms!

Upaya pengentasan gizi buruk di negeri kaya makanan

Sebagai negara kepulauan di garis khatulistiwa, hampir seluruh wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur atau sumber daya pangan laut yang beragam. Oleh karena itu, persoalan makanan atau gizi idealnya tidak menjadi masalah. Sayangnya, fakta di lapangan berkata lain.

Menurut data Asian Development Bank pada 2022, prevalensi stunting Indonesia adalah 31,0%, lebih tinggi daripada Kamboja (22,3%), Malaysia (21,9%), dan Thailand (11,8%). Memang di tahun 2023 pemerintah berhasil menekan angka stunting hingga 21,6%, tapi angka ini tetap perlu menjadi perhatian banyak orang.

Pasalnya, kondisi gizi buruk dan stunting yang dialami anak tak hanya akan mempengaruhi kesehatannya, tapi juga berdampak pada gambaran yang lebih besar, yakni kualitas generasi mendatang. Terlepas dari itu semua, menjadi sehat dengan gizi yang tercukupi adalah hak semua anak. Inilah yang kemudian menjadi api utama WVI mencanangkan kampanye ENOUGH mulai Agustus 2024.

Program pemberdayaan masyarakat untuk anak bergizi


Area Program Manager Ende, Abner Sembong atau yang lebih sering dipanggil Bang Abe, menjelaskan bahwa pada dasarnya WVI menerapkan asas keberlanjutan dalam program-programnya. Bantuan yang diberikan WVI hampir seluruhnya berupa pendampingan, edukasi, dan pelatihan. Oleh karena itu, kesuksesan program WVI ditandai dengan masyarakat yang mampu berdaya mandiri.

Jadi, biasanya WVI akan menetap di sebuah area selama 10-15 tahun untuk melakukan pendampingan, edukasi, dan pelatihan. “Di Ende, WVI sudah sejak tahun 2013. Saat ini, Ende sedang menjalankan 2 program utama, yaitu nutrisi dan perlindungan anak,” tutur Bang Abe.

Program nutrisi inilah yang diangkat dalam kampanye ENOUGH. Bang Abe menyebutkan berbagai kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kampanye ini, mulai dari Pos Gizi, peningkatan pemahaman tenaga kesehatan tentang PMBA (Pemberian Makanan bagi Bayi dan Anak), Kebun Gizi, pemeliharaan lingkungan dan gaya hidup bersih, hingga mendorong orang tua untuk menabung dan mengelola keuangan keluarga.

Pos Gizi dilakukan dengan membuat sebuah pos kesehatan terpadu, di mana para ibu dengan anak yang rentan gizi buruk berkumpul secara berkala untuk mengikuti pelatihan pengolahan makanan, pembelajaran tentang gizi, serta merekam berat badan anak. Melalui Pos Gizi, para ibu didorong untuk secara aktif dan konsisten mendukung pemenuhan gizi anak-anak mereka.

Meski terkesan sederhana, pelatihan mengolah makanan dan pembelajaran gizi sangatlah penting bagi para ibu, terlebih buat mereka yang tinggal bukan di pusat kota dan memiliki kondisi ekonomi kurang. Dengan cara ini, para ibu diajarkan untuk mengenali dan mengolah bahan makan bergizi yang tersedia di desa mereka. Bersamaan dengan itu, Kebun Gizi juga mendorong para orang tua makin berdaya dengan menanam berbagai tanaman bahan makanan di area rumah.

Kisah sukses desa Ende

WVI kemudian mengajak M&B untuk berkunjung ke dua desa berbeda di Ende untuk melihat aplikasi nyata dari kampanye ini. Di satu desa yang terletak di area perbukitan Ende, Bang Abe menyebutkan bahwa berbagai program ENOUGH sedang dalam proses pelaksanaan. Kebetulan, saat M&B bersambang bertepatan dengan jadwal pertemuan Pos Gizi.

Di momen pertemuan itulah para ibu kembali didorong untuk memenuhi gizi anak, berlatih mengolah makanan bergizi, serta merekam berat badan anak. Jika berat badan memenuhi target, orang tua dan anak akan diberikan target baru guna lepas dari kategori rentan gizi buruk. Jika berat anak tidak memenuhi target, maka target baru akan disesuaikan dan ibu akan melalui tahap evaluasi.

Untuk membantu dalam program-program ini, WVI juga melibatkan masyarakat sekitar menjadi relawan. Selain itu, kolaborasi bersama pemerintah setempat dan organisasi lokal juga merupakan aspek penting guna mewujudkan kesejahteraan anak.

Di desa lainnya, WVI mengajak M&B untuk menilik dua keluarga yang telah mengikuti program bimbingan WVI dan berhasil membawa anak mereka keluar dari kategori rentan gizi buruk. Mereka adalah Darren (2,5) dan Nathan (2). Darren sukses keluar dari kelompok anak rentan gizi buruk dengan bobot 10,9 kg, jauh jika dibandingkan berbulan-bulan sebelumnya ia berbobot 7,2 kg. Sedangkan berat Nathan kini 8,5 kg, meski dulu termasuk rentan gizi buruk dengan berat 7,3 kg.

Masing-masing orang tua mereka mengaku bahwa konsisten dan sadar akan pentingnya kebutuhan gizi anak adalah kunci kesuksesan mereka. Mereka menerapkan berbagai ilmu pendampingan WVI, mulai dari mengadopsi pola hidup bersih, pola makan sehat seimbang dengan bahan pangan lokal, hingga kreatif mengolah makanan.

Kampanye global mengentaskan gizi buruk

Kampanye Enough tak hanya dilancarkan di Indonesia, tapi juga bersama dengan 60 kemitraan World Vision International yang tersebar di seluruh dunia. Kampanye ini berfokus untuk membantu mengatasi kelaparan global, khususnya yang dialami anak-anak. Di Indonesia, misi ENOUGH adalah mengatasi malnutrisi dan meningkatkan gizi anak.

Moms juga bisa berpartisipasi dalam kampanye ini dengan memberikan donasi bulanan atau sekali waktu, lho. Kunjungi media sosial WVI di Instagram atau website WVI untuk tahu lebih banyak.Gizi terpenuhi, anak terlindungi, raih generasi penuh potensi! (M&B/Gabriela Agmassini/SW/Foto: Dok. WVI)