Dari tahun ke tahun, eksploitasi seksual terhadap anak semakin meningkat. Hal tersebut meliputi prostitusi, pornografi, dan pariwisata seks anak. Sebuah jaringan global, End Child Prostitution, Pornografi and Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) international pada 2012 memperkirakan ada 1.000.000 anak di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban eskploitasi seksual komersial. Sementara, data dari interpol pada 2014 mencatat ada 750.000 pelaku eksploitasi seks anak tersebar di dunia.
Dalam 5 tahun terakhir, Australia dilaporkan telah menangkap 400 orang pelaku kejahatan seksual anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mencatat sebanyak 2.956 anak menjadi korban kekerasan seksual selama kurun waktu 2011 hingga 2015. Mereka adalah anak-anak yang menjadi korban pemerkosaan, pencabulan, pedofilia, traficking, prostitusi, pornografi, korban cybersex, termasuk wisata seks anak.
Istilah wisata seks anak ini ditujukan kepada wisatawan yang melakukan perjalanan domestik maupun internasional, dengan modus perjalanan dinas atau berlibur ke sebuah tempat, namun sesungguhnya membeli jasa seks anak. Kasus ini ternyata sangat berkembang di Indonesia, mengingat tingkat kesadaran masyarakat Indonesia mengenai hal ini masih sangat rendah. Kurang optimalnya penegak hukum yang menangani kasus ini juga membuat Indonesia menjadi negara yang rentan menjadi daerah tujuan wisata seks anak.
“Untuk melindungi anak-anak kita dari situasi eksploitasi seksual di destinasi pasriwisata, kita harus banyak belajar. Tentu banyak pekerjaan rumah yang harus ditinjau, seperti UU anti prostitusi anak yang dikuatkan dengan penanganan hukum yang baik, serta berjalannya pengawasan yang ketat. Dengan begitu, diharapkan para pelaku kejahatan seksual kapok dan tidak lagi menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan wisata seks anak,” tutur Ahmad Sofian, Koordinator Nasional ECPAT Indonesia dalam seminar media beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, Indonesia menjadi tujuan terbesar di Asia Tenggara bagi para turis dan predator seks anak, yang diikuti dengan Vietnam dan Kamboja. Hingga saat ini, ada 6 provinsi di Indonesia yang masuk dalam kategori daerah tujuan wisata seksual anak terbesar, seperti Bali, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Batam, Sumatera Utara, dan Lombok.
“Upaya memutuskan mata rantai eksploitasi seksual anak ini tentunya membutuhkan dukungan dari semua pihak. Adanya kepedulian dari berbagai pihak diharapkan juga mampu mengurangi gerak para pelaku eksploitasi seksual anak untuk menjalankan aksinya,” ujar Ahmad. (Aulia/DC/Dok. Freedigitalphotos)