Hingga saat ini, Angka Kematian Ibu (AKI) masih sangat tinggi di Indonesia. Fakta mengungkapkan kasus AKI masih terjadi sebanyak 305 dari 100.000 kelahiran. Hal ini tentu jauh dengan targer MDGs, yaitu 102 per 100.000 kelahiran. Kasus kematian ini terbagi pada masa selama kehamilan, persalinan, dan juga masa nifas.
Salah satu cara yang bisa meningkatkan kualitas hidup dan kesahatan ibu serta anak adalah dengan Keluarga Berencana (KB). Metode yang modern memungkinkan Anda dan pasangan memilih sendiri alat kontrasepsi yang ingin digunakan.
Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM, Prof. Dr. Biran Affandi Sp.OG(K), “Kalau penggunaan KB meningkat, maka jumlah kehamilan akan berkurang dan tentunya berpengaruh pada jumlah kematian ibu yang menurun.”
Penyebab banyaknya kehamilan sendiri didapat dari 4T: hamil terlalu banyak, terlalu rapat, terlalu muda, dan terlalu tua. Data yang didapatkan dari Kementrian Kesehatan RI 2016, menunjukkan sekitar 32,5% AKI terjadi akibat melahirkan terlalu muda tua dan terlalu muda. Sekitar 34% AKI diakibatkan karena kehamilan yang terlalu banyak (lebih dari 3 anak).
Menurut World Health Organization (WHO), AKI di Indonesia terjadi sebanyak 300-499 di 2015. Di Indonesia sendiri, kasus AKI sering terjadi di wilayah pedesaan dengan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah. Mereka yang tidak bisa menempuh pendidikan tinggi dan tidak bekerja hanya bergantung pada suami. Hal ini tentunya dapat mengganggu proses kontrol selama masa kehamilan hingga masa nifas, atau situasi darurat yang harus ditangani secara langsung.
Selain itu, kematian seorang ibu juga bisa disebabkan karena kurangnya pelayanan kesehatan premier. “Semua kehamilan dan persalinan harus diutamakan dan ditangani terlebih dahulu,” jelas Prof. Dr Biran. Kemudian, tidak menerapkan KB pada kehidupan pernikahan serta terhambatnya pasien atau ibu ke rumah sakit rujukan.
Karenanya, penggunaan KB diperlukan untuk mengurangi AKI di Indonesia. Saat ini, alat KB hadir dengan lebih modern, mulai dari pil, suntik, susuk (implan), kondom hingga sterilisasi yang aman dan nyaman sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan KB.
Selain KB, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) juga bisa dipilih dan menjadi yang paling efektif untuk menjarangkan kehamilan. Metode ini menggunakan IUD, implan, dan sterilisasi (vasektomi dan tubektomi).
Pemakaian alat kontrasepsi sendiri tidak menimbulkan efek samping apapun, sehingga aman digunakan pria ataupun wanita. Pemakaiannya dilakukan bisa setelah menikah, saat Anda berusia 20 tahun dan memutuskan menunda kehamilan. Kemudian di usia 21-34 tahun untuk menjarangkan kehamilan, dan terakhir di usia 35 tahun atau fase agar Anda tidak hamil lagi.
Namun sayangnya, penggunaan alat kontrasepsi belum optimal di Indonesia, seperti yang diungkapkan drg. Widwiono, MKes, selaku Direktur Bina Kepersetaan KB Jalur Swasta, BKKBN. Pihak BKKBN sendiri terus mencanangkan program KB, khususnya penggunaan MKJP pada pasutri di daerah-daerah.
“BKKBN terus mendorong penggunaan MKJP namun di tahun 2012 baru tercapai 17%, dan tahun 2017 naik menjadi 21%. Tetapi yang lebih menyedihkan, justru penggunaan suntik semakin tinggi. Kebanyakan diberikan oleh bidan swasta. Dan suntik yang diberikan pun suntik sekali sebulan,” jelas Widwiono.
Untuk menurunkan penggunaan suntik dan pil KB, BKKBN membuat program untuk meningkatkan penggunaan MKJP secara khusus. Program ini adalah di mana 1 kabupaten akan memiliki 1 ahli kandungan kebidanan yang bisa melayani tubektomi, dan 1 dokter umum yang dapat melayani vasektomi. Program ini akan mulai dicanangkan tahun depan.
Dengan menggunakan alat kontrasepsi yang tepat, Anda sudah bisa menurunkan AKI dan tetap menjaga kualitas hidup ibu dan anaknya. “Jika angka kelahiran turun otomatis angka kematian ibu turun. Jadi untuk menurunkan AKI, program KB harus berhasil. BKKBN siap menyediakan semua kebutuhan KB, namun yang mendesak adalah edukasi ke masyatakat,” lengkap Widwiono. (Vonia Lucky/TW/Dok. Freepik)