Moms, jika Anda atau kerabat memiliki bayi yang lahir prematur atau bayi dengan berat lahir rendah, maka sebaiknya berikan perhatian ekstra pada kesehatan Si Kecil. Pasalnya, bayi dengan kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR) ternyata masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami stunting.
Hal ini diungkapkan oleh Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) dalam Media Briefing Fresenius Kabi “Peran Bayi Prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada Angka Stunting di Indonesia”.
“Indonesia menempati peringkat ke-5 tertinggi angka kelahiran prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan 7 bayi dengan kondisi bayi berat lahir rendah (BBLR). Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 35% kasus stunting disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20% kasus stunting di Indonesia disebabkan oleh bayi berat lahir rendah (BBLR). Bayi lahir prematur berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar, dan gangguan perilaku. Oleh karena itu, penting untuk melakukan skrining perkembangan pada usia 9,18, dan 30 bulan,” jelas Prof. Rinawati.
Stunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak. Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk memperkecil kemungkinan anak-anak di Indonesia mengalami stunting, seperti pemberian tablet tambah darah, promosi ASI eksklusif, dan kelas ibu hamil dengan tujuan untuk mengatasi akar masalah yang bersifat jangka panjang.
Stunting dipicu oleh banyak hal, salah satunya kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Umumnya stunting terjadi di 1000 HPK, yaitu 20% stunting terjadi sejak saat kelahiran, 20% terjadi pada 6 bulan pertama, 50% terjadi pada usia 6-24 bulan, dan 10% terjadi pada tahun ketiga.
20% kasus stunting yang terjadi sejak saat kelahiran dialami oleh bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR). Pemberian gizi pada ibu hamil dan perawatan khusus pada bayi baru lahir dengan gejala stunting sangat krusial karena kekurangan gizi pada periode tersebut akan berdampak permanen dan sulit diperbaiki.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM, mengatakan, “Tahun 2021, berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia, angka prevalensi stunting turun menjadi 24,4% artinya hampir 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting. Meskipun terjadi penurunan, angka tersebut masih jauh dari target pemerintah, yaitu 14% di tahun 2024, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan stunting.”
Lebih lanjut, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K) memaparkan, “Cara mencegah kelahiran prematur dan BBLR bisa dengan mempersiapkan kehamilan yang sehat dengan melakukan pemeriksaan antenatal rutin dan persiapan pranikah. Nutrisi dan kesehatan ibu selama hamil penting untuk mencegah kelahiran prematur. Namun, jika bayi sudah terlahir prematur, tenaga medis maupun fasilitas kesehatan harus dapat memberikan pertolongan awal dan selanjutnya melakukan perawatan bayi prematur secara baik. Pemberian ASI eksklusif juga sangat penting. Jika bayi sudah stunting maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian PKMK (Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus) makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral.”
Direktur PT Fresenius Kabi Indonesia, Herlina Harjono, menyatakan, “Fresenius Kabi terus berkomitmen untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia, dalam hal ini mendukung pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia dengan menyediakan solusi nutrisi parenteral agar nutrisi bayi prematur atau bayi berat lahir rendah (BBLR) tercukupi. Melalui kegiatan edukasi ini, kami berharap masyarakat Indonesia dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya gizi pada bayi di 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK) dan dapat melakukan pencegahan dan penanganan stunting dengan baik.” (M&B/SW/Foto: KamranAydinov/Freepik)