Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Apakah BPA di Air Galon Bisa Sebabkan Gangguan Kesehatan? Ini Penjelasan Ahli

Apakah BPA di Air Galon Bisa Sebabkan Gangguan Kesehatan? Ini Penjelasan Ahli

BPA (Bisphenol-A) banyak ditemukan pada barang-barang di sekitar kita, Moms. Ternyata BPA bukan hanya ada di kemasan plastik, melainkan juga di barang-barang lain, seperti di kertas ATM/struk belanja, CD, peralatan olahraga, hingga peralatan medis seperti selang kateter dan tambalan gigi.

Akhir-akhir ini, BPA sering disebut sebagai salah satu risiko permasalahan kesehatan. BPA yang bersifat sebagai endocrine disruptor, bisa menyerupai hormon estrogen dan diduga dapat memicu pubertas dini pada anak perempuan dan berefek pada kelenjar prostat. Namun, benarkah demikian? Simak penjelasan pakar berikut ini ya, Moms.

Bahaya BPA bagi kesehatan tidak terbukti secara ilmiah

Dijelaskan oleh Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono Sp.PD-KEMD, yang ditemui pada acara “Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Forum NGOBRAS” beberapa waktu lalu, pedoman dunia kedokteran dan kesehatan, yaitu evidence-based medicine (kedokteran berbasis bukti), tingkat tertinggi dalam pembuktian ilmiah yaitu studi meta-analisis. “Studi meta-analisis mengompilasi berbagai hasil penelitian lalu dianalisis lagi untuk melihat bagaimana hasil-hasil studi yang ada,” jelas ahli endokrin-metabolik ini.

Ia melanjutkan, sintesis data harus berbasis penelitian pada manusia, bukan di laboratorium pada hewan coba. “BPA diberikan secara sengaja dalam dosis yang sangat besar, sehingga menimbulkan risiko kesehatan pada hewan coba,” imbuh dr. Aswin.

BPA tidak masuk ke guideline mana pun sama sekali. “Belum ada bukti (penelitian ilmiah) pada manusia bahwa BPA menyebabkan diabetes atau kanker. Yang ada hanya penelitian di lab dengan hewan coba,” tambahnya.

Hal senada disampaikan oleh Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA - Guru Besar dalam bidang ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan, Teknologi Pangan IPB. Menurutnya, studi-studi terkait BPA belum konsisten dan belum cukup kuat.

Ia melanjutkan, penelitian di Makassar menemukan bahwa uji migrasi dari BPA pada kemasan pangan berkisar antara 0,0001-0,0009 mg/kg, jauh dari batasan BPOM 0,05 mg/kg. “Selain itu, temuan yang dilakukan oleh peneliti ITB mengemukakan bahwa BPA tidak terdeteksi pada galon dari empat merek yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Hasilnya tidak terdeteksi melalui alat yang paling sensitif sekalipun,” papar Prof. Nugraha.

Adapun TDI (tolerable daily intake) yang ditetapkan yaitu 4 mg/kg BB. Jadi misal berat badan (BB) 75 kg, maka batas asupan harian BPA maksimal yaitu (4 x 75) = 300 mg. Sekalipun air minum terpapar oleh BPA, kadarnya hanya 1/1.000 bagian. “Butuh 10.000 liter air dalam sekali minum untuk bisa mendapatkan kadar BPA yang melebihi ambang batas aman. Itu kan hal yang mustahil,” ujar dr. Aswin.

Fakta lainnya, tubuh kita akan memetabolisme berbagai zat kimia termasuk BPA. BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh akan dibuang dan tidak terakumulasi di dalam tubuh. “Hati atau liver bisa memecah rantai BPA dan dibuang melalui saluran pencernaan lewat BAB. Ada sebagian yang masuk ke ginjal dan dibuang melalui urine,” jelas dr. Aswin.

Batas aman toleransi BPA 

Di Indonesia, batas aman toleransi BPA belum diatur, tapi BPOM menetapkan batas migrasi maksimum BPA 0,05 mg/kg. Ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Ditegaskan oleh dr. Aswin, isu bahwa BPA menyebabkan diabetes, kolesterol tinggi, kanker, infertilitas, dan lain-lain adalah mitos yang menyesatkan.

“Tidak ada satu pun dari penyakit tersebut yang disebabkan oleh BPA. Penyebab diabetes bukanlah BPA, melainkan penurunan produksi insulin akibat gaya hidup yang kurang baik,” terang dr. Aswin. Demikian juga halnya dengan kanker, infertilitas, obesitas, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya.

Dokter Aswin maupun Prof. Nugraha mengingatkan agar jangan mudah termakan isu yang beredar dan tidak bisa dipercaya kebenarannya. “Jangan khawatir berlebihan dengan isu-isu seperti itu. Banyak sekali bahan kimia yang lebih berisiko, misalnya asap rokok, sedangkan BPA belum masuk kategori karsinogen. Bijaklah memilih informasi yang benar. Jangan sampai terlalu cemas sampai tidak mau minum air. Hiduplah yang baik-baik saja,” tutup dr. Aswin. (M&B/RF/Foto: Pexels)