Belum lama ini anak-anak di suku Asmat mengalami kekurangan gizi dan penyakit campak hingga menyebabkan 67 kematian. Bahkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) sudah memutuskan bahwa kejadian tersebut sebagai Kejadian Luar Biasa untuk penyakit campak.
Kemenkes dan dokter dari RSUD Agats - Papua pun langsung mendatangi suku Asmat untuk memberi perawatan dan pelayanan. Bagi anak-anak yang sudah membutuhkan perawatan dirujuk ke RSUD Agats. Dan jumlah yang dirawat tak dinyana berjumlah banyak. Bahkan, penuhnya ruang perawatan di RSUD Agats, membuat pasien anak dengan Gizi Buruk dipindahkan ke Aula GPI Betlehem yang terletak di belakang RSUD Agats.
Hingga Minggu (21/01) Pukul 20:30 WIT, setidaknya terdapat 43 pasien anak yang tidak mendapatkan tempat sehingga mendapat perawatan di Aula GPI Betlehem. Meski demikian, penanganan pasien anak yang ditempatkan di GPI Betlehem tidak dibedakan. Para dokter dan petugas medis lainnya yang bertugas tetap melakukan kunjungan kepada pasien anak untuk melihat kondisi anak-anak serta memberikan pelayanan medis sesuai hasil diagnosis pemeriksaan.
Dari laporan yang disampaikan oleh tim medis gabungan RSUD Agats dan dokter spesialis yang diturunkan Kemenkes, tercatat 43 anak dirawat di Aula GPI terdiri dari 33 anak dengan Gizi Buruk, 8 anak dengan Gizi Kurang, dan 2 anak terindikasi Campak.
“Untuk yang campak kita tandai dan pisahkan dari pasien anak gibur (gizi buruk) agar yang Gibur tidak tertular,” ujar dr. Dimas, salah satu anggota tim dokter yang diturunkan oleh Kemenkes, seperti rilis yang diterima redaksi Mother and Baby, Senin (22/1/2018).
Untuk mengantisipasi kemungkinan kiriman pasien anak dengan gizi buruk lainnya yang dirujuk dari Distrik lainnya di sekitar Agats, sejak minggu pagi pihak RSUD membangun ruang darurat dengan memanfaatkan halaman dan tempat parkir motor GPI Betlehem.
Beberapa tiang kayu tempat parkir motor dimanfatkan menjadi tiang penyangga terpal yang menutupi tempat parkir tersebut sehingga terbentuk ruang darurat untuk mengantisipasi pertambahan jumlah pasien. Meski dibilang darurat tempat parkir yang disulap menjadi ruangan tersebut tetap beratap asbes dan beralas terpal.
“Kita tidak tahu. Mungkin nanti sore ada lagi yang datang,” kata kepala Keperawatan RSUD Agats Markus Nokir memberi tanggapan selama pembuatan ruang tambahan darurat.
Di samping itu, pemeriksaan terhadap 43 anak yang menempati Aula GPI Betlehem terus berlanjut. Pengukuran berat badan, tinggi, usia, yang kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisiologis lainnya terus dilakukan untuk menentukan formulasi asupan masing-masing anak.
Meski anak-anak yang ditampung di GPI Betlehem adalah anak dengan gizi buruk dan gizi kurang. Namun, terapi gizi yang diterapkan kepada masing-masing anak berbeda-beda disesuaikan dengan usia, berat badan, dan kondisi penyerta lainnya.
Untuk meningkatkan status gizi, anak dengan gizi buruk tidak bisa langsung diberikan kalori dalam jumlah besar-besaran. Tetapi, dalam jumlah tertentu dimulai dari angka 25-75% kebutuhan kalori harian. Sementara tubuh perlahan memperbaiki sistem metabolisme, pertambahan persentase asupan kalori ditingkatkan 10-20% per hari atau selama 4–7 hari sampai mencapai target asupan kalori.
“Jadi fase awal itu fase yang sedang kritis-kritisnya. Bisa disertai hipoglikemi yang berarti gula darah rendah atau disertai hipotermi yang artinya kedinginan akibat tipisnya lapisan lemak Sehingga tidak bisa dikasih makanan secara langsung karena riskan,” terang dr. Dimas.
Pemberian makanan secara bertahap ini ditujukan agar tubuh dapat beradaptasi dalam menyerap dan mencerna zat-zat yang ada pada makanan. Pemberian makanan berlebih yang tidak sesuai takaran di awal proses terapi perbaikan gizi justru dapat menyebabkan refeeding syndrome yang merupakan komplikasi metabolik yang dapat menyebabkan gagal jantung, gagal nafas akut, koma, dan disfungsi hati. (Qalbinur Nawawi/Dok. Kemenkes RI)