Sewajarnya, wanita akan bisa hamil secara normal jika sel telur yang telah dibuahi (embrio) bergerak dan tumbuh di dalam rahim. Namun, beberapa kondisi membuat embrio tumbuh di tuba falopi, rongga perut, ovarium, atau juga di leher rahim. Dr. M. Haekal, Sp.OG, dari Brawijaya Women and Children Hospital, Jakarta, menjelaskan bahwa kondisi tersebut dikenal dengan kehamilan ektopik.
Penyebab Kehamilan Ektopik
Kehamilan yang terjadi di luar rahim ini umumnya disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat yang dijalankan seorang wanita. Selain itu, terdapat juga beberapa faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya kehamilan ektopik, seperti berikut ini:
1. Kelainan anatomi pada tuba falopi. Kelainan ini menjadi penyebab utama kehamilan ektopik di bagian tuba (kehamilan tuba). Dari persentase kehamilan tuba, sebanyak 70 persen terjadi di area ampula.
2. Riwayat pembedahan tuba. Pembedahan untuk mengatasi masalah pada tuba falopi atau riwayat sterilisasi tuba dapat meningkatkan risiko kehamilan ektopik di tuba.
3. Pernah mengalami kehamilan ektopik. Jika punya riwayat, maka kemungkinan berulangnya kehamilan ektopik meningkat sebesar 10 persen.
4. Riwayat infeksi tuba atau penyakit menular seksual. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan anatomi tuba, seperti salpingitis, adesi perituba, apendistis, serta endometriosis.
5. Riwayat Infertilitas. Kehamilan ektopik bisa terjadi apabila Anda memiliki masalah kesuburan, yang dibantu dengan penggunaan teknologi reproduksi berbantu (assisted reproductive technique/ART: induksi ovulasi).
6. Kegagalan dalam program Keluarga Berencana (KB). Penggunaan program KB yang gagal dapat menjadi penyebab lain dari kehamilan ektopik. Terutama KB dengan cara sterilisasi tuba, penggunaan hormon progestin, IUD Copper atau IUD yang melepaskan progesteron.
Mengatasi Kehamilan Ektopik
Pada kondisi awal, gejala, dan tanda kehamilan ektopik cenderung ringan. Namun, umumnya wanita dengan kehamilan ektopik akan mengalami terlambat datang bulan, kemudian muncul pendarahan atau vlek. Pada saat terjadi robekan tuba, akan menimbulkan rasa nyeri abdomen atau panggul yang berat. Pada pemeriksaan laboratorium, robekan tuba menyebabkan pendarahan akut sehingga pasien berisiko mengalami kekurangan darah.
Sebagian besar kasus kehamilan ektopik tidak dapat dilanjutkan seperti kehamilan normal. Sel telur yang telah dibuahi tidak dapat bertahan hidup, dan janin yang berkembang tidak pada tempatnya justru dapat membahayakan.
Jika kehamilan ektopik terdeteksi sejak dini, dokter mungkin akan memberikan suntikan metroteksat. Ini dilakukan untuk menghentikan pertumbuhan dan melarutkan sel telur. Setelah itu, dokter akan melakukan pengecekan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Jika HCG masih tinggi, kemungkinan dokter akan menambah dosis suntikan.
Namun apabila sel telur sudah bekembang cukup besar, perlu dilakukan pembedahan laparoskopi. Proses ini menggunakan bantuan tabung tipis yang dilengkapi dengan lensa kamera dan cahaya untuk melihat letak sel telur. Pengangkatan tuba pun bisa dilakukan apabila sel telur berada di tuba falopi dan merusaknya. (M&B/Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)