BUMP TO BIRTH

Preeklampsia Bisa Dialami Usai Melahirkan, Kenali Gejalanya!



Salah satu masalah yang dikhawatirkan ibu hamil adalah risiko mengalami preeklampsia. Moms mungkin sering mendengar istilah ini. Preeklampsia adalah kondisi peningkatan tekanan darah yang disertai dengan adanya protein dalam urine. Gangguan ini biasanya muncul setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Kondisi ini bisa menyebabkan komplikasi serius bagi ibu dan bayi jika tidak dipantau dan diobati.

Meskipun demikian, preeklampsia ternyata bukan masalah ibu hamil saja. Ketika Si Kecil lahir pun, Moms masih berisiko mengalaminya. 48 jam setelah persalinan merupakan saat kritis ibu yang baru melahirkan mengalami preeklampsia.

Gejala preeklampsia bisa terjadi saat Anda masih mengandung. Jika tidak tertangani dengan baik, preeklampsia bisa meningkat menjadi eklampsia atau menjadi preeklampsia pascapersalinan atau postpartum preeklampsia.

Gejala dan Penyebab Preeklampsia Setelah Melahirkan

Penelitian yang dilakukan badan amal Blood Pressure, Inggris, menunjukkan bahwa ibu yang mengalami preeklampsia saat hamil tetap memiliki tekanan darah tinggi usai melahirkan. Karena itu, penelitian ini menyarankan agar para perempuan, khususnya yang mengalami preeklampsia saat hamil, diminta untuk tetap memonitor tekanan darahnya agar bisa mendapatkan penanganan medis lanjutan.

Dalam beberapa kasus, preeklampsia tidak muncul sampai saat persalinan atau selama 48 jam berikutnya. Namun preeklampsia usai persalinan baru muncul 6 minggu setelah bayi lahir. Hal ini memang tidak mengancam nyawa bayi, tetapi sangat berbahaya untuk ibu baru. Peneliti menduga bahwa preeklampsia pascapersalinan dipicu oleh preeklampsia yang dialami saat hamil, kurang tidur, depresi setelah persalinan, dan perhatian berlebihan pada bayi baru lahir. Gejalanya antara lain meliputi:

• Tekanan darah lebih dari 140/90

• Terdapat kelebihan protein dalam urine

• Mengalami masalah penglihatan

• Migrain

• Mual

• Pusing

• Berat badan melonjak

• Tubuh membengkak, terutama di bagian kaki

• Nyeri perut yang parah.

Gejala-gejala ini biasa terjadi pada semua ibu baru, sehingga menyulitkan deteksi preeklampsia setelah persalinan. Kendati demikian, para peneliti percaya bahwa masalah ini disebabkan oleh aliran darah ke rahim yang kurang lancar, masalah dengan sistem kekebalan tubuh, kerusakan pembuluh darah selama persalinan, dan pola makan yang buruk. Dugaan lainnya adalah: obesitas, peregangan rahim berlebihan, dan polusi udara.

Ketika preeklampsia pascapersalinan terjadi, mungkin saja Moms mengalami situasi gawat, karena tubuh Anda yang masih lemah dan stres yang cukup tinggi saat mengasuh bayi baru.

Menangani dan Mencegah Preeklampsia Setelah Melahirkan

Sekali terkena preeklampsia, Moms mungkin akan mengalami kejadian ulangan di kehamilan berikutnya. Dari berbagai penelitian, kemungkinan hipertensi dalam kehamilan atau preeklampsia akan berulang pada kehamilan selanjutnya sekitar 30-40 persen. Kemungkinannya semakin besar bila disertai faktor risiko yang tidak bisa dihindari, seperti autoimun dan semakin awal preeklampsia timbul di kehamilan sebelumnya.

Agar preeklampsia tidak terjadi, sebisa mungkin Moms perlu memperbaiki kondisi kesehatan Anda sebelum hamil. Rencanakan kehamilan dengan nutrisi yang baik dan seimbang. Jika Moms pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia, Anda wajib mendapat asupan suplementasi kalsium, antioksidan, serta pemberian antipembekuan darah, sebelum kembali hamil.

"Jika sudah terindikasi preeklampsia pasca persalinan, Moms harus mengonsumsi obat penurun tekanan darah tinggi dan MgSO4 serta penanganan gawat darurat dengan segera. Tetapi yang terpenting adalah penanganan jauh setelah persalinan," jelas dr. Yuditiya, Sp.OG, dari RSCM, Jakarta.

"Lebih dari 30 persen Moms dengan dengan riwayat preeklampsia akan mengalami hipertensi dalam 10 tahun kemudian atau berisiko terkena penyakit kardiovaskular 4-6 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang melahirkan dengan tensi normal. Karena itu, sebaiknya juga, Moms dengan preeklampsia atau eklampsia rutin menjalani pemeriksaan kardiovaskular," tambah dr. Yuditiya lagi. (M&B/SW/Dok. Freepik)